Yogyakarta
– Jokowi mengambil keputusan untuk mewajibkan para eksportir memarkirkan devisa
hasil ekspornya di dalam negeri dinilai positif oleh berbagai pihak, termasuk
pelaku pasar dan ekonom.

Jokowi
juga berencana merevisi PP nomor 1 tahun 2029 tentang devisa hasil
ekspor (DHE).

David
Sumual Kepala Ekonom PT Bank Central Asia (BCA) Tbk mengungkapkan keputusan ini
merupakan langkah maju dalam pengelolaan DHE.

David
menekan, dampak positif dari revisi aturan itu, sehingga bakal adanya aturan
terkait rentang waktu lamanya eksportir harus memarkirkan dolar nya di tanah
air, maupun perluasan sektor industri yang tidak hanya industri ekstraktif,
tentu akan menambah pundi-pundi
dollar di
Tanah Air.

Kendati
begitu, David mengingatkan, rencana pengaturan ini juga harus diiringi dengan
peningkatan instrumen finansialnya, khususnya dalam bentuk valas, supaya devisa
yang parkir bisa memberi nilai tambah lebih bagi perekonomian dalam negeri.

David
menganggap kelemahan terbesar pengelolaan devisa hasil ekspor sebelumnya
terletak pada ketentuannya yang hanya menitikberatkan pada pencatatannya saja,
tidak sampai pada pemanfaatannya.

Namun, ia
menekankan, ini bisa berlaku hanya untuk industri ekstraktif, sedangkan untuk
industri manufaktur akan lebih sulit nantinya diwajibkan untuk memarkir dolar
hasil ekspornya di dalam negeri. Sebab, mereka masih sangat
membutuhkan dolar untuk impor bahan baku.

Maka, ia
mengingatkan, akan semakin penting nantinya jangka waktu yang akan diputuskan
pemerintah untuk mewajibkan para eksportir
memarkirkan dolarnya di dalam negeri. Sebab, jangka waktu itu juga
harus diiringi dengan kebijakan pemanfaatan dolarnya melalui berbagai instrumen
finansial.