Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan,
pemerintah telah menyiapkan strategi dan rencana besar dalam menghadapi
berbagai tantangan global pada tahun depan.

Salah satunya yakni dengan menempatkan APBN 2023 sebagai instrumen stabilitas untuk mengendalikan inflasi, instrumen perlindungan sosial, dan juga mendorong kelanjutan pemulihan ekonomi nasional.

Pengamat ekonomi dari Universitas Katolik Atma Jaya Rosdiana Sijabat
mendukung strategi kebijakan Presiden 
Jokowi yang memfokuskan APBN 2023 untuk
menjaga 
inflasi dan pemulihan ekonomi.

Menurutnya, perlu adanya kolaborasi lintas sektoral baik antar
pemerintah pusat dan daerah dalam mengeksekusi program-program yang telah
diagendakan pemerintah.

“Permasalahan yang saya kira sama-sama kita tahu di Indonesia ini
koordinasi kebijakan itu tidak mudah, baik antar kementerian pada tingkat pusat
atau pun antar pemerintah daerah dengan pusat. Saya kira sudah menjadi
permasalahan yang cukup lama kita tahu, apalagi kalau misalkan dengan
pemerintah daerah diera otonomi ini, tidak mudah juga mengkoordinasikan,” kata
Rosdiana saat dihubungi, Kamis (8/12/2022).

“Jadi memang ini yang perlu diantisipasi, tapi memang beberapa dari 6
langkah yang disampaikan oleh pak Presiden ini tentunya langkah-langkah yang
mungkin bisa kita kontrol dengan baik,” sambungnya.

Padahal, jika komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah berjalan
baik maka permasalahan yang dihadapi pemerintah akan teratasi dengan baik,
terutama permasalahan ancaman resesi dan 
inflasi tahun depan.

“Bagaimana sesama pemerintah daerah ini bisa sama-sama serempak
mengikuti trend perekonomian yang melemah secara global, itu bagaimana
daerah-daerah bisa fokus untuk membantu pemerintah kita,” ujarnya.

Selain pemerintah daerah, Rosdiana juga menyoroti kekhawatiran
Presiden 
Jokowi terhadap anak buahnya yang diminta untuk mengesampingkan ego
sektoral, agar kebijakan presiden untuk menyelamatkan Indonesia dari ancaman
resesi dan 
inflasi di tahun depan.

“Kita juga harus mengantisipasi jangan sampai karena ketakutan untuk
mobilitas itu nanti akan menurunkan ekonomi, sementara tidak tahu di kuartal
III kemarin mobilitas ekonomi yang sudah bagus ini tercermin pertumbuhan
ekonomi paling tinggi,” jelasnya.

Lebih jauh kata Rosdiana, untuk infrastruktur prioritas dan transformasi
ekonomi, pemerintah harus menjaga trend positif yang dialami oleh Indonesia
saat ini dengan menjaga daya beli masyarakat, agar 
APBN yang menjadi instrumen pengendalian inflasi bisa terealisasi.

“Pemerintah harus menjaga trend ekonomi yang positif ini, kan di sektor
transportasi, kemudian industri kuliner makanan restoran perjalanan ini kan
menunjukkan kita secara mobilitas kita sudah bagus, jangan sampai kondisi ini
menurun,” ungkapnya.

“Menurut saya kalau misalkan presiden memberikan tanda-tanda ini kok
koordinasinya tidak baik, tapi saya kira keegoannya masih dipendam. Kita mau
kinerja pemerintah 
Jokowi di akhir masa jabatan ini bagus,“ pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa APBN menjadi instrumen pengendalian inflasi. Juga, instrumen perlindungan sosial bagi masyarakat rentan. Karena
itu, untuk menjaga ekonomi dalam negeri di tengah perekonomian global yang
diprediksi memburuk, pemerintah memfokuskan 
APBN 2023 pada enam kebijakan.

”Pertama, penguatan kualitas SDM. Kedua, akselerasi reformasi sistem
perlindungan sosial. Ketiga, melanjutkan pembangunan infrastruktur prioritas,
khususnya infrastruktur pendukung transformasi ekonomi,” ujar 
Jokowi.

Untuk mengawal kebijakan-kebijakan ini, Presiden Jokowi telah menginstruksikan kepada sejumlah kementerian atau lembaga
serta pemerintah daerah untuk beberapa hal penting, dantaranya mengendalikan
secara detail belanja-belanja yang akan dilakukan, tidak terjebak pada belanja
rutin, serta produk dalam negeri juga diutamakan dalam belanja pemerintah.

Dalam hal ini, Presiden Jokowi sedang mendorong pada efektivitas pembelanjaan pemerintah dengan
mempertimbangkan pada kebutuhan belanja yang memang betul-betul dibutuhkan
negara, serta yang tak kalah penting mengupayakan agar pemerintah menjadikan
produk-produk dalam negeri sebagai bagian dari belanja pemerintah.