Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku kaget saat mendapati fakta banyak negara yang
tergantung ke Indonesia. Menyusul, banyaknya komoditas tambang yang menjadi
rebutan negara-negara di dunia.

"Oh ini tergantung, tergantung, tergantung, kok banyak
sekali. Saya kaget juga," kata Jokowi di acara Kompas 100 CEO Forum 2022
di Istana Negara, Jakarta.

Jokowi mencatat, setidaknya terdapat tiga komoditas tambang unggulan yang menjadi buruan negara asing. Pertama,
adalah batu bara yang digunakan sebagai sumber pembangkit listrik untuk berbagi
kegiatan industri.

"Begitu batu bara kita stop dua minggu saja, yang
telpon ke saya banyak sekali," ujar Jokowi.

Kedua, Crude Palm Oil atau CPO. Diketahui, CPO merupakan
minyak kelapa sawit mentah yang diperoleh dari ekstraksi daging buah kelapa
sawit yang belum mengalami pemurnian.

"Begitu kita stop (ekspor CPO), ya karena saya harus
setop. Banyak pertanyaan dari luar dari IMF dari Bank Dunia, kenapa
setop," ucap Jokowi.

Ketiga, Nikel. Nikel adalah salah satu logam mineral yang
banyak ditemukan di kerak bumi dengan warna dasar putih keperakan, mengkilap,
dan cukup keras.

Nikel merupakan hasil tambang yang memiliki sejuta manfaat
bagi kehidupan manusia. Tak heran, harga nikel terus mengalami peningkatan dari
waktu ke waktu.

"Ini sudah beberapa kali saya cek. Siapa sih yang
bergantung (
Nikel) kepada kita. Ternyata banyak sekali," ucap Jokowi.

Oleh karena itu, pemerintah terus gencar mendorong
hilirisasi industri di sektor tambang. Hal ini demi meningkatkan nilai tambah
bagi ekonomi Indonesia.

"Kita harus bisa mendesign negara lain tergantung
kepada kita. Harus. Jangan sampai kita ini hanya menjadi cabang," ucap
Jokowi.

Mengutip data Trade Map tahun 2021, China, India, Amerika
Serikat hingga Uni Eropa memiliki ketergantungan terhadap produk-produk komoditas
unggulan Indonesia. Tercatat, ketergantungan China terhadap produk batubara
Indonesia mencapai USD 22,7 miliar. Impor produk bijih besi China dari
Indonesia juga mencapai USD 13,1 miliar.

Selain itu, China juga mengimpor CPO senilai USD 6,7 miliar,
tembaga senilai USD 972 juta dan produk nikel sebesar USD 240,3 juta.

Begitu juga dengan India yang sangat bergantung pada produk
batubara, CPO, karet dan Timah asal Indonesia. Masing-masing nilai impor India
dari Tanah Air yakni USD 6,3 miliar (batu bara), USD 4 miliar (CPO), USD 323
juta (karet) dan USD 247 juta (timah).

Sementara itu produk Indonesia yang menjadi andalan Amerika
Serikat yakni produk karet, CPO, produk perikanan dan produk kayu. Negeri Paman
Sam ini tahun 2021 mengimpor produk karet senilai USD 2,4 miliar, CPO sebesar
USD 2,1 miliar, produk perikanan USD 1,4 juta dan USD 1 miliar produk kayu.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyambangi
Istana Negara, Jakarta. Pria yang karib disapa Zulhas ini mengaku akan
melakukan rapat bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai hilirasi
bauksit.

“Hari ini hilirisasi mengenai bauksit. Jadi timah akan coba
dibenahi agar bisa memberikan hasil optimal karena dia mempengaruhi dampak
lingkungan yang luar biasa kerusakannya,” kata Zulhas kepada awak
media di Istana Negara Jakarta.

Zulhas mendorong, rapat hari ini bisa menghasilkan hasil
yang optimal dari problem yang tengah dibenahi. Sebab, konsen utama pemerintah
saat ini adalah bagaimana cara untuk menghasilkan energi yang lebih ramah
lingkungan. 

“Jadi harus diberikan hasil yang optimal, lagi dipelajari.
Bauksit itu harus ada hilirisasi, kalau enggak lingkungan kita akan sangat
terganggu, tidak memberikan nilai tambah yang tinggi,” jelas Zulhas.

Selain bauksit, Zulhas juga akan membahas terkait hilirisasi
nikel yang rencananya akan dieksekusi tahun depan. Menurut dia, alasannya
senada dengan bauksit, semua demi energi ramah lingkungan yang tidak dapat
ditawar.

“Tidak ada pilihan, harus, oleh karena itu kemungkiann nanti
ada motor listrik, energi tenaga air, jadi dibahas, tapi akan dibahas lebih
lanjut lagi,” ucap Ketum PAN ini menandaskan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak akan berhenti menjalankan
kebijakan hilirisasi bahan tambang meskipun saat ini Indonesia kalah
gugatan di WTO terkait ekspor nikel. Bahkan Jokowi meminta agar
penghentian ekspor dalam bentuk bahan mentah tidak hanya berhenti pada komoditas
nikel saja.

"Enggak bisa lagi kita mengekspor dalam bentuk bahan
mentah, mengekspor dalam bentuk raw material, enggak. Begitu kita dapatkan
investasinya, ada yang bangun, bekerja sama dengan luar dengan dalam atau pusat
dengan daerah, Jakarta dengan daerah, nilai tambah itu akan kita peroleh,"
ujar Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Investasi Tahun
2022 di Jakarta.

Kepala Negara mencontohkan, beberapa tahun lalu Indonesia
masih mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah yang nilainya hanya mencapai
USD 1,1 miliar. Setelah pemerintah memiliki smelter dan menghentikan ekspor
dalam bentuk bahan mentah, pada tahun 2021 ekspor nikel melompat 18 kali lipat
menjadi USD 20,8 milia atau Rp 300 triliun lebih.

Akibat kebijakan tersebut, Indonesia digugat oleh Uni Eropa
di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Meski Indonesia kalah dalam kasus
tersebut,  Jokowi mengingatkan jajarannya agar melakukan banding dan terus
melakukan hilirisasi untuk bahan-bahan tambang lainnya seperti bauksit.

"Enggak apa-apa kalah, saya sampaikan ke menteri,
banding. Nanti babak yang kedua hilirisasi lagi bauksit. Artinya bahan
mentah bauksit harus diolah di dalam negeri agar kita mendapatkan nilai tambah.
Setelah itu bahan-bahan yang lainnya, termasuk hal-hal yang kecil-kecil, urusan
kopi, usahakan jangan sampai diekspor dalam bentuk bahan mentah. Sudah beratus
tahun kita mengekspor itu. Stop, cari investor, investasi agar masuk ke sana
sehingga nilai tambahnya ada," tegasnya.

"Seperti kasus nikel ini, dari Rp 20 triliun melompat
ke lebih dari Rp 300 triliun sehingga neraca perdagangan kita sudah 29 bulan
selalu surplus yang sebelumnya selalu negatif, selalu defisit neraca
berpuluh-puluh tahun. Baru 29 bulan yang lalu kita selalu surplus. Ini yang
kita arah," lanjutnya.

Jokowi menegaskan bahwa gugatan tersebut merupakan hak
negara lain yang merasa terganggu dengan kebijakan pemerintah Indonesia. Bagi
Uni Eropa misalnya, jika nikel diolah di Indonesia, maka industri di sana akan
banyak yang tutup dan pengangguran akan meningkat. Namun, dia menegaskan bahwa
Indonesia juga memiliki hak untuk menjadi negara maju.

"Negara kita ingin menjadi negara maju, kita ingin
membuka lapangan kerja. Kalau kita digugat saja takut, mundur, enggak jadi, ya
enggak akan kita menjadi negara maju. Saya sampaikan kepada menteri 'Terus,
tidak boleh berhenti'. Tidak hanya berhenti di nikel tetapi terus yang
lain," pungkasnya.