Kebijakan Presiden RI Joko Widodo
(Jokowi) mengembangkan hilirisasi dan melarang ekspor bijih nikel ke luar
negeri membuahkan hasil. Sampai tutup tahun ini, Indonesia akan mendapatkan
nilai tambah dari ekspor hasil hilirisasi nikel mencapai US$ 33 miliar atau
Rp514 triliun (kurs Rp 15.600 per US$).
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
(Kemenko Marves) mencatat, sampai pada Oktober 2022 ini, nilai ekspor dari
hilirisasi nikel itu sudah menembus US$ 28,3 miliar dan di akhir tahun ini
ditargetkan bisa mencapai US$ 33 miliar.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi
dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto menyatakan bahwa Indonesia
telah melaksanakan pengembangan industri bernilai tambah dari sektor komoditas
nikel.
Nilai tambah tersebut seperti yang
diketahui dilakukan melalui hilirisasi nikel menjadi besi baja. Bahkan, ke
depan dari turunan nikel tersebut akan dikembangkan lagi nilai tambahnya
menjadi baterai lithium.
Sebagai gambaran, kata Septian Seto,
nilai ekspor dari hilirisasi nikel itu pada Oktober ini sudah mencapai US$ 28,3
miliar. Ditargetkan sampai dengan akhir tahun ini angkanya bisa mendekati US$
33 miliar atau Rp 514 triliun. "Kami estimasi angka mendaekati US$ 33
miliar. Ini adalah suatu yang sangat signifikan," terang Septian Seto
dalam Forum Kemitraan Investasi.
Memang, saat ini pemerintah sedang
gencar mengembangkan hilirisasi sektor pertambangan sebagai cara meningkatkan
nilai tambah.
Septian Seto menyebutkan, jaman dulu
mindset ekonomi Indonesia seperti 'ayam' atau dalam hal ini menggali kemudian
di makan. Kemudian berlanjut dengan ekonomi 'monyet' ketika dipetik langsung di
makan. "Saya kira mindsetnya berubah bagaimana kita menggunakan SRM kita,
kekayaan kita yang mentah menjadi value addednya
lebih tinggi. Itu akan signifikan dampaknya,"
"Kita sudah mulai nikel dari
besi baja, kita akan mengarah pada baterai lithium," tandas Septian Seto.
Tak cukup sampai disitu, tahun depan
pemerintah Indonesia juga akan mewajibkan perusahaan pertambangan khususnya
pertambangan bauksit untuk mengembangkan hilirisasi dan menyetop kegiatan
ekspor bauksit.
Berkaitan dengan itu, Menteri BUMN
Erick Thohir menerangkan, pertumbuhan perekonomian Indonesia akan tetap berada
di level 5%. Hal ini tidak banyak di negara atau dunia yang mampu seperti di
Indonesia ini.
Alasan pertumbuhan ekonomi Indonesia
bisa di angka 5% lantaran Indonesia memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang
berlimpah. Karena itu, banyak pimpinan G20, konter part hingga media asing
menanyakan keyakinan pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 5% itu.
"Saya bilang yakin. Karena
Indonesia punya 3 hal, SDA, Market dan kita terus mendorong hilirisasi sudah
terbukti," terang Menteri Erick dalam CNBC Indonesia Awards, Dikutip
Selasa (13/12/2022).
Erick membuktikan, hilirisasi nikel
yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di mana, sejak penyetopan
ekspor nikel dan wajib melakukan hilirisasi, nilai ekspor nikel tumbuh sampai
2600% dari yang sebelumnya tahun 2017 - 2020 hanya US$ 1 miliar menjadi US$ 27
miliar.
"Buktinya, Bagaimana dulu nikel
yang value US$ 1 miliar, sekarang US$ 27 miliar, ini baru nikel. Pemerintah
akan dorong bauksit ke depannya," tandas Menteri Erick.
0 Comments
Posting Komentar