Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengapresiasi misi
perdamaian Presiden Joko Widodo atau Jokowi atas perang Ukraina-Rusia. Dia pun
mengingatkan adanya ancaman global yang mesti diwaspadai.

Hal ini disampaikan Bamsoet dalam pidato pembukaan Sidang Tahunan
MPR 2022 yang digelar di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/8/2022).

"Kondisi global saat ini semakin tidak menentu. Semua
negara sedang berupaya keras memulihkan ekonominya, pasca pandemi Covid-19.
Namun, fase initerganggu oleh dinamika global, seperti konflik Rusia-Ukraina,
perang dagang dan teknologi Amerika Serikat-Tiongkok, ketegangan baru di Selat
Taiwan, serta disrupsi rantai pasok yang berimplikasi pada fluktuasi harga
komoditas pangan dan energi," tutur Bamsoet.

Menurut Bamsoet, sikap kenegarawanan Jokowi kembali
ditunjukkan melalui pelaksanaan salah satu tujuan pembentukan pemerintah negara
Indonesia, yakni ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

"Misi perdamaian Presiden, dengan mengunjungi Ukraina
dan Rusia beberapa waktu yang lalu, patut kita berikan apresiasi yang
setinggi-tingginya. Perang dengan alasan apa pun, selalu membawa petaka,
kehancuran, dan kesengsaraan. Menghancurkan peradaban, yang telah dibangun berabad-abad
lamanya. Membawa krisis kemanusiaan, krisis ekonomi, krisis pangan, dan krisis
energi," jelas dia.

Ketua MPR mengutip riset Badan Pengungsi PBB, UNHCR, bahwa
dalam kurun waktu kurang dari dua bulan sejak pasukan Rusia memulai perang di
Ukraina, sudah sebanyak 5 juta warga Ukraina telah meninggalkan negaranya.

Warga Ukraina kini merupakan kelompok pengungsi kedua
terbesar di dunia setelah pengungsi Suriah yang jumlahnya mencapai 6,8 juta.
Perang antara Rusia dan Ukraina, juga telah menyebabkan sekitar 7,1 juta warga
Ukraina terpaksa kehilangan tempat tinggal mereka di negaranya.

Jumlah tersebut, sambungnya, merupakan jumlah populasi
terbesar di dunia yang harus kehilangan tempat tinggal akibat konflik yang
melanda. Perang di Ukraina telahmemicu krisis pengungsi dan krisis kemanusiaan
yang tumbuh paling cepat.

Presiden Jokowi mengingatkan bahwa ancaman krisis global
kini ada di depan mata. Saat ini, sekitar 320 juta penduduk dunia berada dalam
kondisi kelaparan akut," katanya.

Kemudian, Bamsoet juta mengutip riset data IMF dan Bank
Dunia bahwa perekonomian66 negara diprediksi akan bangkrut dan ambruk.
Pelambatan dan kontraksi pertumbuhan ekonomi global, semakin diperburuk oleh
tingginya kenaikan inflasi.

"Berkat kesigapan Pemerintah dalam menyikapi ancaman
krisis, dari hasil survey Bloomberg, Indonesia dinilai sebagai negara dengan
resiko resesi yang kecil, hanya tiga persen, sangat jauh jika dibandingkan
dengan rata-rata negara Amerika dan Eropa, yang mencapai 40 hingga 55 persen,
ataupun negara Asia Pasifik pada rentang antara 20 hingga 25 persen,"
ujarnya.

·        Ancaman Inflasi

Namun demikian, Bamsoet meminta semua pihak untuk tidak
boleh lalai, sebab kenaikan inflasi dapat menjadi ancaman bagi perekonomian
nasional. Menurutnya, Badan Pusat Statistik mencatat per Juli 2022, laju
inflasi Indonesia berada di level 4,94 persen, dan pada bulan Agustus
diprediksi akan meningkat pada kisaran 5 hingga 6 persen.

Bahkan, pada bulan September 2022, kita diprediksi akan
menghadapi ancaman hiper-inflasi, dengan angka inflasi pada kisaran 10 hingga
12 persen. Laju kenaikan inflasi, disertai dengan lonjakan harga pangan dan
energi, semakin membebani masyarakat, yang baru saja bangkit dari pademi
Covid-19.

"Lonjakan harga minyak dunia pada awal April 2022
diperkirakan mencapai 98 US dolar per barel. Angka ini jauh melebihi asumsi
APBN 2022 sebesar 63 US dolar per barel. Di sisi lain, beban subsidi untuk BBM,
Pertalite,Solar, dan LPG, sudah mencapai Rp 502 triliun. Kenaikan harga minyak
yang terlalu tinggi, tentunya akan menyulitkan kita dalam mengupayakan tambahan
subsidi, untuk meredam tekanan inflasi. Tidak ada negara yang memberikan
subsidi sebesar itu," Bamsoet menandaskan.