Presiden Joko Widodo atau
Jokowi telah memainkan peran aktif dalam mendorong inklusifitas Presidensi G20
Indonesia. Langkah politik luar negeri Jokowi dinilai terbukti berhasil
membangun komunikasi baik dengan para pemimpin negara dunia.

Guru Besar Hukum
Internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan,
lawatan Jokowi
ke tiga negara di Kawasan Asia Timur menciptakan dampak positif. Khususnya
terhadap pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.

Dia menilai, Jokowi telah
mengambil keputusan yang tepat dengan mulai bergerak aktif berkunjung ke
negara-negara sahabat. Seperti kunjungan yang dilakukan ke Republik Rakyat
Tiongkok (RRT), Jepang, serta Korea Selatan (Korsel).

"Presiden memberikan personal touch agar pemimpin tiga negara
bersedia hadir di KTT G20," kata Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya,
Minggu (31/7/2022).

Menurut dia, kondisi
demikian serupa dengan yang dilakukan Jokowi kepada negara-negara lainnya.
Terutama bagi negara yang tergabung sebagai peserta KTT G20.

Bahkan pendekatan secara
langsung juga dilakukan Jokowi terhadap negara yang sedang dalam konflik
perang. Hal itu terjadi saat Jokowi melangsungkan agenda kunjungan ke Ukraina
dan Rusia.

"Presiden sudah lakukan
hal ini ke pemimpin negara-negara yang tergabung di G7, Presiden Zelensky dan
Presiden Putin," ucap Hikmahanto.

Sebelumnya, Pengamat
Hubungan Internasional Anton Aliabbas juga menilai, misi yang dibawa Presiden
Jokowi ke Ukraina dan Rusia sebenarnya tak lepas dari agenda Presidensi G-20
yang akan digelar di Bali pada November 2022 mendatang.

Di mana sebagai pemegang
Presidensi G-20, ancaman walkout negara lain atau ketidakhadiran Rusia saat
gelaran G-20 dapat berpengaruh terhadap kredibilitas Indonesia maupun keputusan
yang akan dihasilkan.

“Jadi kunjungan (misi
perdamaian) ini juga tidak bisa dilepaskan dari upaya melancarkan perhelatan
G-20,” kata Anton dalam siaran pers diterima, Jumat, (1/7/2022).

Selain itu, lanjut Anton,
Jokowi juga ingin meninggalkan warisan yang baik dalam sejarah kepresidenan
Indonesia. Jokowi ingin menorehkan sejarah sebagai pemimpin bangsa yang ikut
andil dalam mendamaikan konflik antar negara.

Menurut Anton, selama 5
tahun periode awal pemerintahan, Jokowi lebih banyak menghabiskan
kepemimpinannya dalam penguatan diplomasi bilateral. Akan tetapi, pola tersebut
dikembangkan pada periode kedua dengan meningkatkan aktivitas pelaksanaan
politik luar negeri dalam forum multilateral.

“Kunjungan ke Ukraina dan
Rusia ini merupakan bentuk nyata dari pelaksanaan amanat pembukaan UUD 1945
yakni ikut serta dalam menjaga perdamaian dunia,” jelas dia.

Anton meyakini, Jokowi tentu
sadar jika langkah yang dilakukannya dengan mendatangi Kyiv dan bertemu
Presiden Ukraina Zelensky cukup berisiko. Sebab, perang masih berlangsung dan
belum ada tanda-tanda akan berhenti. Apalagi, Rusia masih aktif melakukan
serangan ke sejumlah tempat.

“Jadi apa yang dilakukan
Jokowi mendatangi dua negara bertikai tentu saja merupakan rangkaian dari upaya
untuk menengahi konflik tersebut. Sikap imparsialitas yang ditunjukkan Jokowi
dengan aktif menemui dua pemimpin bertikai memang dibutuhkan oleh pihak yang
menawari diri sebagai potensial mediator,” beber Anton.