Presiden RI Joko Widodo menekankan bahwa bangsa
Indonesia harus bergotong royong membangun kemandirian serta berdikari di
bidang pangan berbasiskan keunggulan masing-masing daerah. Ancaman krisis
pangan global yang terjadi saat ini juga meningkatkan kompetisi di sektor
tersebut.



“Kedaulatan pangan, ketahanan pangan betul-betul
harus menjadi konsentrasi kita, fokus kita ke depan. Dan, setiap daerah harus
memiliki keunggulan pangan masing-masing sesuai dengan karakteristik tanahnya
dan kondisi masyarakatnya dan sesuai dengan tradisi makan warganya,” ujar
Presiden Joko Widodo pada Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Partai
Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan, Selasa (21/06/2022), di Sekolah Partai
Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan, Jakarta.



Kepala Negara mencontohkan, sagu adalah
komoditas yang cocok ditanam di tanah Papua sekaligus menjadi makanan pokok
masyarakat di daerah tersebut. Oleh karena itu, penanaman tanaman tersebut
harus terus dipertahankan dan tidak dialihkan ke komoditas lainnya yang tidak
sesuai dengan karakteristik tanah dan masyarakat Papua.



“Jangan kita paksa untuk keluar dari
kekuatannya, dari karakternya,” kata Presiden Jokowi.



Tak hanya itu, sagu dan porang juga berpotensi
untuk dikembangkan menjadi komoditas ekspor Indonesia. Komoditas ini banyak
diminati oleh negara lain karena dinilai lebih menyehatkan.



“Sagu itu justru makanan yang paling sehat
karena gluten free. Ini nanti yang akan dikejar oleh negara-negara
lain, hal-hal yang seperti ini yang kita sering lupa. Termasuk porang, kenapa
dikejar? Karena di situ juga sangat rendah gulanya, makanan yang sangat sehat,”
ujarnya.



Selain itu, Presiden mengungkapkan penanaman
sorgum secara besar-besaran akan dilakukan di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Tanaman ini dinilai cocok dengan karakteristik wilayah serta akan menjadi
kekuatan NTT di sektor pangan. Penanaman sorgum ini telah diujicobakan di lahan
seluas 40 hektare di Waingapu.



“Tanpa air yang banyak sorgum di NTT terlihat
tumbuh sangat subur dan tumbuh sangat hijau. Ternyata sebelumnya memang warga
di NTT itu nanem-nya sorgum atau cantel tapi bergeser ke beras,”
ujarnya.



Kepala Negara menambahkan, sorgum dapat menjadi
alternatif komoditas gandum yang saat ini harganya melonjak terdampak dari
konflik Ukraina dan Rusia. Impor gandum Indonesia saat ini mencapai 11 juta
ton.



“Sorgum bisa menjadi alternatif pengganti gandum
yang harganya saat ini sedang melambung sangat tinggi dan kita tergantung impor
dari luar,” ujarnya.



Presiden meyakini, jika semua daerah bergerak
dengan kekuatan dan karakter masing-masing, kemandirian pangan Indonesia akan
dapat terwujud.



“Kalau masing-masing daerah bergerak sesuai
dengan kekuatan dan karakternya, kita akan bisa betul-betul membangun kekuatan
besar di sektor pangan, produksi akan melimpah, dan diversifikasi pangan bisa
dipertahankan. Inilah kekuatan besar bangsa kita,” pungkasnya.



Terakhir, Kepala Negara menekankan pentingnya
pendistribusian komoditas pangan yang telah diproduksi secara besar-besaran
tersebut, sehingga stok tidak menumpuk atau kualitasnya menurun bahkan busuk.



“Artinya semuanya harus ada grand plan-nya,
rencana besarnya seperti apa kan sudah kita sampaikan, dalam pelaksanaannya
juga harus ada,” ujarnya.



Presiden juga menekankan pentingnya kolaborasi
semua pemangku kepentingan dalam menjalankan tiga fokus untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat serta meningkatkan ketahanan pangan di tanah air.



“Inilah yang memerlukan sebuah orkestrasi yang
baik antara kementerian/lembaga, BUMN, swasta, dengan daerah, semuanya,”
ujarnya.



Tak hanya untuk pemenuhan kebutuhan dalam
negeri, ujar Presiden, peningkatan produksi pangan juga meningkatkan potensi
ekspor komoditas pangan Indonesia.



“Kita ini menjadi salah
satu dari lima champion untuk global respons untuk pangan,
energi, dan keuangan. Jadi kalau kita bisa ekspor itu membantu negara lain,”
pungkasnya.