Presiden Joko
Widodo menerbitkan aturan baru terkait pajak pertambahan nilai atau PPN dan
pajak penjualan atas barang mewah atau PPnBM, sebagai aturan turunan dari
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajak atau UU HPP. Jokowi menandatangani
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44/2022 tentang Penerapan Terhadap PPN Barang
dan Jasa dan PPnBM. 

Beleid itu merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU)
Nomor 7/2021 tentang HPP. Beleid itu mengatur penyesuaian PPN barang dan jasa,
serta PPnBM mengenai tarif, cara menghitung, penggunaan besaran tertentu, serta
penunjukkan pihak lain untuk melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM.


Direktur
Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen)
Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menjelaskan bahwa beleid itu
merupakan pengganti PP Nomor 1/2012 tentang Pelaksanaan UU PPN dan
perubahannya.




“PP
1/2012 dan perubahannya sudah tidak sesuai dengan kebutuhan administrasi PPN
dan PPnBM serta pengaturan dalam UU HPP, sehingga perlu disempurnakan,” ujar
Neil pada Kamis (8/12/2022). Pengaturan dalam PP 44/2022 ini dapat dibagi
menjadi tiga kelompok besar, yakni:




1.
Substansi baru, meliputi: a. Pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan
pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM (Pasal 5). 1)
Pihak lain merupakan pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi
antara pihak yang bertransaksi yang paling sedikit berupa pedagang, penyedia
jasa, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.




2) PPN
atau PPN dan PPnBM tetap dipungut oleh pihak lain yang telah ditunjuk sebagai
pemungut PPN atau PPN dan PPnBM walaupun melakukan transaksi dengan pemungut
PPN Pasal 16A UU PPN atau memfasilitasi transaksi pemungut PPN Pasal 16A
tersebut. b. Pengaturan lebih lanjut terkait Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena
Pajak (JKP), yang meliputi: 1) Pemberian cuma-cuma BKP/JKP (Pasal 6). 2)
Penegasan pengenaan PPN atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan dalam aktivitas
operasional maupun nonoperasional (Pasal 8). 3) Pengenaan PPN atas penyerahan
BKP berupa agunan yang diambil alih oleh kreditur (Pasal 10). 4) Penyerahan BKP
dalam skema transaksi pembiayaan syariah yang tidak dikenai PPN sepanjang BKP
tersebut pada akhirnya diserahkan kembali kepada pihak yang semula
menyerahkannya (Pasal 12). c. Pengaturan terkait penggunaan Besaran Tertentu
(Pasal 15). d. Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur
pajak yang dibuat setelah melewati jangka waktu tiga bulan sejak dokumen
tersebut seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai dokumen tertentu yang
kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak (Pasal 28). 

2. Substansi yang
disempurnakan dari PP sebelumnya, meliputi: a. Pembeli atau penerima jasa yang
bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM dapat
memenuhinya secara self assessment menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) (Pasal
4). b. Penyesuaian pengaturan terkait BKP/JKP, meliputi penghapusan terminologi
dan pengaturan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif (Pasal 6) dan
penyesuaian teknis pengenaan PPN atas penyerahan BKP melalui penyelenggara
lelang (Pasal 9). c. Penyesuaian penghitungan PPN dan PPNBM (Pasal 17). d.
Penyesuaian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan dalam rangka penentuan
PPN dan PPnBM dalam hal dilakukan pemeriksaan (Pasal 17 (3)). e. Penentuan kurs
Menteri Keuangan yang digunakan untuk menghitung PPN atau PPN dan PPnBM
terutang dalam hal transaksi dilakukan dengan menggunakan mata uang selain
rupiah (Pasal 21). 

3. Substansi yang tidak berubah dari PP sebelumnya,
meliputi: a. Pengusaha yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP). b. Pengaturan lebih lanjut terkait BKP/JKP, yang meliputi penyerahan JKP
di dalam daerah pabean (Pasal 8), pengalihan BKP untuk setoran modal pengganti
saham (Pasal 11), jenis barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (Pasal 13). c.
Pengaturan terkait DPP PPN atau PPN dan PPnBM. d. Penghitungan PPN dan PPnBM
dalam hal nilai kontrak atau perjanjian yang di dalamnya sudah termasuk PPN
atau PPN dan PPnBM. e. Penghapusan piutang dan musnah atau rusaknya BKP tidak
mengakibatkan penyesuaian PPN yang telah dilaporkan. f. Hak pengembalian atas
PPN atau PPN dan PPnBM yang salah dipungut. g. Tempat pengkreditan pajak
masukan. h. Penentuan saat dan tempat terutangnya PPN atau PPN dan PPnBM. i.
Ketentuan pengisian keterangan dalam faktur pajak. j. Faktur pajak yang dibuat
setelah melewati jangka waktu tiga bulan sejak saat faktur pajak seharusnya
dibuat tidak diperlakukan sebagai faktur pajak. k. Pengaturan lebih lanjut
terkait PKP pedagang eceran