Jokowi menegaskan bahwa
negara secara serius tengah melakukan strategi besar perekonomian negara dengan
mendesain ekosistem kendaraan listrik. Menurut Jokowi, Indonesia memiliki
hampir semua yang dibutuhkan untuk membuat ekosistem tersebut dan menjadikan
negara lain bergantung kepada Indonesia.

“Bagaimana membangun
sebuah ekosistem besar sehingga negara lain tergantung pada kita karena kita
memiliki nikel, memiliki tembaga, memiliki bauksit, memiliki timah, dan potensi
kita ini gede sekali,” ujar Jokowi saat menyampaikan pidato kunci pada acara
Kompas100 CEO Forum Tahun 2022, di Istana Negara, Jakarta.

Kepala Negara
mencontohkan keberhasilan Taiwan yang fokus mengembangkan cip dan Korea Selatan
yang mengembangkan industri komponen-komponen elektronik sehingga membuat
ketergantungan dari negara-negara lain.

“Saya lihat terus, saya
lihat yang membuat mereka melejit salah satunya, ini hanya salah satu,
membuat komponen-komponen digital sehingga perusahaan-perusahaan besar di
Amerika semuanya tergantung pada dia, butuh dia,” ujarnya.

Jokowi menyampaikan,
Indonesia memiliki potensi besar untuk membangun ekosistem kendaraan listrik
terutama baterai listrik atau EV battery karena cadangan nikel
Indonesia adalah nomor satu di dunia, timah nomor dua, bauksit nomor enam,
serta tembaga nomor tujuh dunia.

Indonesia sendiri
memiliki potensi yang sangat besar untuk membangun ekosistem kendaraan listrik,
utamanya dalam membuat baterai listrik. Kepala Negara memerinci, cadangan nikel
Indonesia adalah nomor satu di dunia, timah nomor dua di dunia, bauksit nomor
enam di dunia, dan tembaga nomor tujuh di dunia.

“Membangun
ekosistem EV battery itu kita hanya kurang litium, enggak
punya. Saya kemarin sudah sampaikan ke Prime Minister [Australia], Albanese, ‘Australia
punya litium, kita boleh beli, dong, dari Australia.’ Terbuka, ‘silakan.’ Tapi
ternyata dari kita sudah ada yang punya tambang di sana. Ini strategis, benar
melakukan intervensi seperti itu sehingga ekosistem besar yang ingin kita
bangun jadi,” ujarnya.

Jokowi menyampaikan,
yang kemudian menjadi tantangan adalah mengintegrasikan bahan-bahan tersebut
karena posisinya yang tersebar di beberapa tempat berbeda di Indonesia,
misalnya tembaga yang ada di Papua dan Sumbawa, nikel di Sulawesi, serta bauksit
di Kalimantan Barat dan Kepulauan Riau.

“Mengintegrasikan ini
sebuah barang yang tidak gampang sehingga jadi sebuah ekosistem itu. Inilah
yang terus, saya mati-matian, harus jadi karena inilah yang akan melompatkan
kita, meloncati, leap frog menuju ke peradaban yang lain. Saya
mati-matian untuk ini,” tegasnya.

Lebih jauh, Jokowi
meyakini bahwa ketika ekosistem besar kendaraan listrik tersebut jadi, maka
investasi akan datang dengan sendirinya ke Indonesia. Jokowi mengatakan bahwa
Indonesia terbuka terhadap hal tersebut, asal para investor turut menggandeng
perusahaan swasta Indonesia maupun dengan badan usaha milik negara (BUMN)
sehingga terjadi transfer teknologi.

“Kalau ini jadi,
percaya saya, perkiraan saya [tahun] 2026, 2027 kita sudah lompatan ini akan
kelihatan, akan berbondong-bondong masuk karena industri otomotif ke depan,
baik itu sepeda motor listrik, mobil listrik, itu akan menggantikan mungkin
lebih dari 50 persen dari demand pasar yang ada. Inilah yang
harus kita tangkap. Begitu ini jadi, saya kemarin hitung-hitungan, saya hitung
berapa sih? 60 persen mobil listrik, kendaraan listrik akan tergantung
pada EV battery kita, 60 persen dari pangsa pasar yang ada di
dunia. Inilah kekuatan besar kita nanti, seperti tadi komponen digital, seperti
tadi cip,” ujarnya.

Selain itu, kehadiran
ekosistem besar kendaraan listrik juga akan mendongkrak pendapatan negara, baik
melalui penerimaan pajak, royalti, dividen, bea ekspor, hingga penerimaan
negara bukan pajak (PNBP). Jika penerimaan negara bertambah, Jokowi
melanjutkan, artinya anggaran untuk Dana Desa juga bertambah. Dengan demikian,
masyarakat desa juga akan turut menikmati hasil dari ekosistem kendaraan
listrik yang tengah dibangun oleh pemerintah.

“Dana Desa yang telah
kita gelontorkan selama enam tahun sudah Rp468 triliun, artinya peredaran uang
yang ada di desa-desa kita, 74.800 desa yang kita miliki menjadi makin
berputar-putar, akan makin banyak, dan itu mau-tidak mau akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat kita yang ada di desa. Inilah saya kira yang namanya
keadilan,” pungkasnya.