Pengamat Kebijakan Publik Yoseph Billie Dosiwoda mengakui penyaluran dan
penggunaan dana desa di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi
sangat optimal, dan mampu mengurangi angka kemiskinan di Desa.

“Kami menilai delapan tahun (2015-2022) kebijakan dana desa ini efektif
sekali, bukan sebagai ungkapan berlebihan kepada Presiden Jokowi,” kata Yoseph
Billie

Menurut dia, lewat dana desa yang cukup besar Pemerintah daerah dan
Pemerintah desa berhasil mengelolanya, baik untuk pembangunan fisik, usaha desa
hingga mengembangkan pariwisata desa sebagaimana digiatkan oleh Pemerintah
pusat selama ini.

“Bantalan dana desa dari APBN ini, kita amati berjalan dengan baik dari
sisi hasil fisik dan non-fisik, fakta dapat dijumpai di beberapa desa dapat
ditemui BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) dalam kegiatan sektor Pariwisata lokal
yang otentik selain infrastuktur yang sudah berjalan dan berkelanjutan,”
jelasnya.

Dikatakan Billie, laporan-laporan yang didapatkan ada beberapa kegiatan
BUMDes dari daerah terpencil menjadi ramai setelah berhasil membuat perubahan
di desa, bahkan ada yang ber-omset milyaran rupiah.

“Kami kira ini luar biasa, memang diperlukan ide gagasan yang inovatif
dari Kepala Daerah menggunakan dana desa. BUMDes yang berhasil ada beberapa
program dengan kegiatan ekonomi sawit, karena potensi daerah seperti itu, usaha
simpan pinjam (seperti credit union) yang bunga ringan, sehingga membantu
kegiatan ekonomi masyarakat, pertanian dengan membangun irigasi berkelanjutan
untuk perairan selain sektor Pariwisata,” terangnya.

Dijelaskan Billie, dengan berhasilnya pengelolaan dan pemanfaatan dana
desa ini mampu menyelesaikan lima program Presiden Jokowi, yakni mendukung
percepatan penurunan stunting, mendukung intervensi percepatan eliminasi TBC,
mendukung optimalisasi pelaksanaan program JKN, mendukung pengentasan
kemiskinan ekstrem di desa dan pelaksanaan BLT desa, operasional pemerintah
desa, hingga ketahanan pangan nabati dan hewani.

“Tentu ini menjadi harapan dalam program Pemerintahan Presiden Jokowi
dalam mengatasi kemiskinan dan mengurangi kesenjagan, meningkatkan pemberdayaan
masyarakat desa, pembangunan infrastruktur pedesaan yang berlandaskan keadilan
dan kearifan lokal, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa, peningkatan
keswadayaan dan gotong royong masyarakat desa,” jelasnya.

Diakui Direktur Eksekutif Center for Research on Ethics Economy and
Democracy (CREED) itu, di tahun 2020 hingga 2022 Pemerintah pusat harus
mengalokasikan sebagian anggaran dana desa untuk penanganan pandemi COVID-19.
Namun, di tahun 2015 sampai 2020 penggunaan desa desa benar-benar untuk
pembangunan fisik infrastruktur, seperti jalan di desa serta sarana dan
prasarana di desa.

“Nah untuk mendukung dan dapat menyelesaikan program kerja Presiden
untuk anggaran Desa Tahun 2023, baiknya dana desa ini digunakan untuk prioritas
kegiatan non-fisik yang sifatnya mendukung atau menyentuh secara langsung
kesejahteraan masrayakat, seperti program-program PEN (Pemulihan Ekonomi
Nasional) dengan ketahanan pangan dan pengembangan desa,” jelasnya.

Untuk itu, Billie berharap sebagai wujud intisipasi menghadapi inflasi
dan daya tahan menghadapi isu krisis ekonomi tahun 2023, maka perlu penggunaan
dana desa ini sebaik mungkin. Salah satunya fokus pada non fisik, yakni
kesehatan dan ketahanan pangan masyarakat desa.

“Apabila dana desa terserap dengan baik dengan prioritas utama non fisik
di sektor kesehatan untuk percepatan penurunan stunting dengan memberikan gizi
yang baik bagi anak-anak di desa, mendukung intervensi percepatan eliminasi
TBC, serta mendukung optimalisasi pelaksanaan program JKN,” harapnya.

“Di Sektor pangan untuk mendukung Petani dalam membeli bibit dan pupuk
dengan harga yang murah. Program mendukung pengentasan kemiskinan ekstrem
dengan pelatihan usaha bagi masyarakat,” tandasnya.