Semenjak
Joko Widodo mengesahkan UU 3
Tahun 2020 tentang mineral dan tambang batu bara pada 10 juni 2020 serta
berlaku sejak disahkannya UU tersebut. Indonesia terus mengalami pertumbuhan
ekonomi yang baik, karena larngan melakukan ekspor mentah bahan mineral.

Kemudian
membuat negara
mendapatkan keuntungan yang besar atau 'durian
runtuh' dari sektor nikel. Hal ini atas upaya pemerintah memberlakukan
pemberhentian ekspor bijih nikel dan melaksanakan kegiatan ekspor nikel dengan
nilai tambah melalui proses hilirisasi di dalam negeri.

Tak cukup di
nikel saja, ke depan pemerintah juga akan memberlakukan hal yang serupa kepada
hasil tambang mineral lainnya seperti timah, tembaga dan juga bauksit. Bahkan
yang sudah tertera akan dilakukan penyetopan ekspor dan wajib hilirisasi adalah
sektor tambang bauksit.

Staf Khusus
Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif
mengatakan, pada 2021 harga bijih bauksit sekitar US$ 24 - US$ 30 per ton atau
sekitar Rp 469.323 per ton. Hal itu menyumbang pendapatan negara sebesar US$
628 juta atau setara dengan Rp 9,8 triliun (asumsi kurs Rp 15.646 per US$)
dengan penjualan sebanyak 23 juta ton bijih bauksit.

Potensi
penambahan pendapatan negara bisa melesat hingga delapan kali lipat dari
hilirisasi bauksit menjadi alumina. Penerimaan negara diperkirakan bisa melejit
delapan kali lipat karena dengan asumsi harga alumina kini sekitar US$ 200 -
US$ 300 per ton.

"Dengan
harga bijih bauksit itu kira-kira US$ 24 - US$ 30 per ton itu kemarin tahun
2021. Kita menjual sekitar 23 juta ton itu sekitar US$ 628 juta. Itu sedemikian
rupa, begitu angka ini akan melesat apabila kita berhasil menjadi alumina dari
bijih bauksit dalam proses smelter bauksit grade alumina," paparnya dalam
program Mining Zone Pada Kamis.

Menurutnya,
angka ini bisa kembali melambung bila Indonesia bisa memprosesnya lagi menjadi
aluminium. Apalagi, lanjutnya, harga aluminium kini sudah mencapai sekitar US$
2.000 per ton.

"Kemudian,
terlebih lagi alumina diolah menjadi aluminium harga jualnya melesat hingga US$
200 per ton. Jadi kita bisa bayangkan bagaimana pengaruhnya terhadap penerimaan
negara," pungkasnya.

Dia
menyebut, produksi bijih bauksit RI pada 2021 menyentuh angka 25,8 juta ton.
Namun, dari total produksi tersebut, sebanyak 23,2 juta ton bijih bauksit
diekspor ke luar negeri. Sedangkan untuk diserap smelter dalam negeri hanya
sebesar 2,6 juta ton.

Padahal,
saat ini ada empat smelter bauksit yang beroperasi dengan kapasitas penyerapan
10,5 juta ton bauksit