Upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka jalur komunikasi antara Ukraina, Rusia, serta kelompok negara-negara G7 dinilai bisa menjadi uji kasus sebelum menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau ASEAN di tahun 2023.

Selain itu, menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada bulan November mendatang, dinilai dapat menjadi platform tepat untuk menunjukkan peran Indonesia kepada dunia.

Dilansir dari laman DW Indonesia, Minggu (3/7/22), kunjungan Jokowi ke Eropa membawa setidaknya tiga misi utama. Yaitu, mengajak negara-negara anggota G7 mengakselerasi perdamaian di Ukraina serta mencari solusi secepatnya dalam mengatasi krisis pangan dan energi yang melanda dunia.

Kedua, mengajak Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk membuka komunikasi dengan Rusia agar perang segera berhenti dan mengaktifkan kembali rantai pasokan makanan.

Terakhir, mempersuasi Presiden Rusia Vladimir Putin untuk berdialog dengan Ukraina dan untuk segera melakukan gencatan senjata, serta menghentikan perang.

Waffa Kharisma, peneliti hubungan internasional lembaga think tank Centre for Strategic and International Studies (CSIS) memaparkan, lawatan tersebut menjadi momentum yang tepat bagi kepentingan Indonesia sebagai tuan rumah KTT G20. Apalagi Indonesia akan menjadi ketua ASEAN pada tahun 2023.

"ASEAN tumbuh dengan narasi yang sama dengan misi ke Eropa," ucap Waffa dalam media briefing CSIS bertajuk Memaknai Lawatan Presiden Joko Widodo ke Eropa, Rabu (01/07).

Ia menambahkan, Indonesia harus berorientasi pada pembangunan agar negara di luar ASEAN tidak memandang kawasan Asia Tenggara hanya sebagai ajang perebutan pengaruh dan militer.

Menurutnya, di Asia Tenggara juga banyak isu yang saat ini belum terlihat dampaknya tapi berpotensi membawa disrupsi seperti perang Rusia - Ukraina. "Krisis Myanmar, stabilitas di Laut Cina Selatan. Perlu mendapat perhatian Indonesia supaya (dapat) mencegah ketidakpercayaan dan peningkatan eskalasi," ungkap Waffa.

Dalam posisinya sebagai pemimpin ASEAN nanti, Indonesia diprediksi membawa agenda pemulihan ekonomi serta percepatan pembangunan. Oleh karena itu perlu menciptakan kawasan yang stabil dan damai agar agenda tersebut dapat tercapai.

Waffa menjelaskan bahwa Indonesia memiliki posisi yang terbaik dalam hal netralitas. Indonesia memiliki rekam jejak masa lalu yang cukup baik sebagai aktivis perdamaian, meskipun punya daya tawar terbatas.