Jakarta - Dunia dalam kondisi yang semakin memburuk. Beberapa negara terancam alami resesi, stagflasi hingga krisis keuangan. Bagaimana dengan Indonesia?

Bank Dunia, meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,1% pada tahun ini. Ramalan tersebut memang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 5,2%. Namun masih lebih tinggi dibandingkan realisasi 2021 yang mencapai 3,7%.

Sementara untuk 2023 mendatang, ekonomi Indonesia diperkirakan lebih tinggi, yaitu 5,3%.

Inflasi alami tekanan akibat kenaikan harga pangan dalam beberapa waktu terakhir. Namun sejauh ini masih terkendali. Apalagi dengan kebijakan pemerintah yang menambah subsidi untuk menahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga tarif listrik naik.

Bank Indonesia (BI) sudah memperkirakan inflasi tahun ini sedikit di atas 4% dan 2023 akan kembali rendah atau berada pada rentang 2-4%.

Hal ini menandakan Indonesia dimungkinkan terhindar dari risiko resesi dan stagflasi.

"Sejauh ini aman-aman saja. Sekarang kita menikmati harga CPO dan batu bara. Mobilitas masyarakat juga semakin baik," kata Ekonom PT Bank BCA Tbk David Sumual kepada CNBC Indonesia.

Lonjakan harga komoditas tersebut mendorong ekspor sebagai penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di sisi lain pemerintah juga diuntungkan, karena setidaknya Rp 420 triliun pada tahun ini masuk sebagai tambahan ke penerimaan negara.

Dana tersebut bisa digunakan untuk menahan harga energi agar tidak naik dan juga memberikan bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang terbebani kenaikan harga pangan.

Daya beli masyarakat yang terjaga menjadi modal kuat ketika muncul ancaman krisis keuangan, seperti yang mungkin dialami beberapa negara di Amerika Latin dan Asia Selatan.

"Jadi, penggerak ekonominya masih lebih banyak bersumber dari dalam negeri," tutur Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman.

Walaupun sebenarnya dari sisi moneter, tidak perlu ada kekhawatiran berlebihan. Bank Indonesia (BI) juga telah mengantisipasi dengan menaikan Giro Wajib Minimum (GWM) perbankan, untuk mencegah aliran modal asing keluar (outflow) di pasar surat berharga negara pemerintah.

Secara riil, nilai tukar rupiah terhadap dollar juga menguat dibandingkan mata uang negara lainnya di ASEAN dan negara berkembang lainnya seperti India.

"Selain itu foreign direct investment masih mencatat inflow dan neraca perdagangan masih surplus, sehingga current account masih ada potensi surplus," terangnya.